![]() |
Add caption |
Total Tayangan Halaman
12,373
Kamis, 26 Agustus 2010
HARMONY MARKET TELAH DI BUKA
Selasa, 10 Agustus 2010
Rabu, 11/08/2010 10:01 WIB
RI Harus Serius Atasi Kecanduan Utang Luar Negari Angga Aliya - detikFinance
Jakarta - Jumlah utang Indonesia yang mencapai Rp 1.625 triliun harus dicermati dengan baik. Pemerintah harus berupaya untuk terus mengurangi ketergantungan dan kecanduan akan utang luar negeri untuk menutup kebutuhan pembiayaan.
Manager Program INFID Wahyu Susilo menjelaskan, utang Indonesia harus dicermati karena meski rasionya makin kecil jika dibandingkan dengan PDB Indonesia yang sekarang sudah mencapai Rp 6.253,79 triliun, tetapi PDB itu tidak seluruhnya milik Pemerintah Indonesia.
"Walau PDB Indonesia tinggi, ternyata tidak seluruhnya milik Pemerintah Indonesia. Penghitungan PDB di Indonesia masih menyertakan kepemilikan dan kekayaan asing di Indonesia," ujarnya dalam siaran pers yang diterima detikFinance, Rabu (11/8/2010).
Ia mengatakan, dalam kenyataannya, total utang Indonesia yang terus menerus meningkat nominalnya menjadi beban APBN setiap tahunnya. Dalam lima tahun kedepan, setidaknya setiap tahun pemeirntah harus mengalokasikan Rp 100 triliun untuk pembayaran bunga dan cicilan utang.
"Padahal, dalam lima tahun ke depan seharusnya APBN dikonsentrasikan untuk pembiayaan percepatan pencapaian MDGs yang hingga sekarang masih berjalan lamban," jelasnya.
Wahyu menambahkan, pencermatan jumlah utang ini sejalan dengan seruan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Rapat Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi pada tanggal 19 Juli 2010 lalu yang meminta Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri.
"Untuk itu INFID menyerukan kepada seluruh jajaran pemerintahan untuk benar-benar serius mengurangi ketergantungan dan kecanduan utang luar negeri," tambahnya.
Seperti diketahui, utang pemerintah Indonesia periode Januari-Juli 2010 tercatat sebesar Rp 1.625,63 triliun. Angka itu bertambah Rp 34,97 triliun dari posisi akhir tahun 2009 yang sebesar Rp 1.590,66 triliun.
Jika dihitung dengan denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah mencapai US$ 181,59 miliar, bertambah US$ 12,37 miliar dari jumlah di akhir 2009 yang sebesar US$ 169,22 miliar.
(ang/qom)
GRATIS! puluhan voucher pulsa! ikuti terus berita dari DetikFinance di Hape-mu.
Ketik REG FIN kirim ke 3845 (khusus pelanggan Indosat Rp.1300/hari)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
RI Harus Serius Atasi Kecanduan Utang Luar Negari Angga Aliya - detikFinance
Manager Program INFID Wahyu Susilo menjelaskan, utang Indonesia harus dicermati karena meski rasionya makin kecil jika dibandingkan dengan PDB Indonesia yang sekarang sudah mencapai Rp 6.253,79 triliun, tetapi PDB itu tidak seluruhnya milik Pemerintah Indonesia.
"Walau PDB Indonesia tinggi, ternyata tidak seluruhnya milik Pemerintah Indonesia. Penghitungan PDB di Indonesia masih menyertakan kepemilikan dan kekayaan asing di Indonesia," ujarnya dalam siaran pers yang diterima detikFinance, Rabu (11/8/2010).
Ia mengatakan, dalam kenyataannya, total utang Indonesia yang terus menerus meningkat nominalnya menjadi beban APBN setiap tahunnya. Dalam lima tahun kedepan, setidaknya setiap tahun pemeirntah harus mengalokasikan Rp 100 triliun untuk pembayaran bunga dan cicilan utang.
"Padahal, dalam lima tahun ke depan seharusnya APBN dikonsentrasikan untuk pembiayaan percepatan pencapaian MDGs yang hingga sekarang masih berjalan lamban," jelasnya.
Wahyu menambahkan, pencermatan jumlah utang ini sejalan dengan seruan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Rapat Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi pada tanggal 19 Juli 2010 lalu yang meminta Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri.
"Untuk itu INFID menyerukan kepada seluruh jajaran pemerintahan untuk benar-benar serius mengurangi ketergantungan dan kecanduan utang luar negeri," tambahnya.
Seperti diketahui, utang pemerintah Indonesia periode Januari-Juli 2010 tercatat sebesar Rp 1.625,63 triliun. Angka itu bertambah Rp 34,97 triliun dari posisi akhir tahun 2009 yang sebesar Rp 1.590,66 triliun.
Jika dihitung dengan denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah mencapai US$ 181,59 miliar, bertambah US$ 12,37 miliar dari jumlah di akhir 2009 yang sebesar US$ 169,22 miliar.
(ang/qom)
GRATIS! puluhan voucher pulsa! ikuti terus berita dari DetikFinance di Hape-mu.
Ketik REG FIN kirim ke 3845 (khusus pelanggan Indosat Rp.1300/hari)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Kamis, 05 Agustus 2010
4 Alasan Kenapa Yang Ramai di Dunia Maya, Terjadi Juga di Dunia Nyata

“Pertama, isu yang dilempar harus ada korban,” kata blogger Enda Nasution dalam seminar “Politik dan Bisnis Media Baru”, Hotel Nikko, Jakarta, Rabu 4 Agustus 2010.
Untuk alasan pertama ini, kata Enda, isu yang mengemuka harus memiliki korban. Karena, ketika ada sosok yang menjadi korban namun diyakini khalayak tak bersalah, maka ia akan mudah menjadi isu yang besar di dunia maya. Setelah itu pasti akan diikuti dunia nyata.
“Kedua, bantuan media mainstream seperti media nasional, cetak, radio, online, hingga televisi,” kata Ketua Panitia Pesta Blogger pertama tahun 2007 ini.
Enda menilai, hubungan blogger atau pengguna microblogging Twitter dan pers di Indonesia sejauh ini sangat baik. Kondisi ini berbeda dengan di luar negeri.
“Pasalnya, blogger dan pers memiliki visi yang sama, memperjuangkan sesuatu yang dianggap benar,” ujar pria yang pernah meraih The Hottest Creative Person se-Asia oleh Campaign Brief Asia untuk tahun 2002 dan 2003 ini.
Alasan Ketiga adalah konten atau isi. Enda berpendapat, kunci pesan yang disampaikan dalam isu itu harus kuat. Idenya bisa menangkap kebutuhan dan kepentingan publik.
“Keempat, peran social media sebagai alat untuk menyebarkan pesan ke orang banyak atau khalayak. Misalnya, Facebook Groups, Twitter dengan hastag (#) tertentu, SMS, dan sebagainya,” jelasnya.
Ada beberapa kasus yang ramai diperbincangkan di dunia nyata yang berangkat dari isu di internet. Isu itu antara lain kasus Prita Mulyasari, video porno Ariel ‘Peterpan’ dan yang terakhir adalah fenomena ‘Keong Racun’ dari Sinta dan Jojo.
• VIVAnews
Artikel Terkait:
Ada yang Ingin Ibu Kota Pindah ke Yogya

Menurut salah seorang pedagang kelontong di kawasan Seturan, Yogyakarta, Arif, secara pribadi dirinya siap seandainya ibukota negara dipindahkan ke Yogyakarta. “Saya berharap semoga itu terealisasi, dan memajukan daerah ini khususnya bidang ekonomi,” katanya.
Ia mengatakan, dengan dengan dipindahkannya ibukota negara ke Yogyakarta, penataan kota tentunya akan lebih bagus, dan sektor perekonomian pun akan lebih maju lagi, termasuk bagi kalangan pengusaha dan masyarakat umumnya.
Menurut ia, Yogyakarta merupakan kota yang strategis dan mempunyai banyak ragam kebudayaan, pariwisata, kuliner dan pendidikan. “Dengan itu semua, membuat Yogyakarta semakin layak menjadi ibukota negara,” katanya.
“Sementara itu, jika dilihat dari faktor ekonomi, saya tidak merasa takut jika dengan dipindahkannya ibukota negara ke Yogyakarta, sektor perekonomian akan dikuasai investor atau pemodal besar, dan kami para pedagang kecil tetap akan mempertahankan usaha kami sebagai warga Yogyakarta,” katanya.
Pendapat senada juga dikatakan salah seorang tukang becak yang biasa mangkal di kawasan Malioboro, Supeno. “Saya sangat setuju dan siap jika ibukota negara dipindahkan ke Yogyakarta, karena selain sebagai pusat pemerintahan negara, bagi warga dapat menambah penghasilan serta perluasan usaha mereka,” katanya.
Gagasan atau wacana pemindahan ibu kota negara keluar dari Jakarta, belakangan ini terus bergulir, menyusul semakin parahnya kondisi lalu lintas di Jakartayang hampir sepanjang hari macet total, sehingga merugikan berbagai sektor. [kompas]
Artikel Terkait:
Jumat, 06/08/2010 08:30 WIB
Nominal Terlalu Besar, Rupiah Sering Jadi Bahan Celaan
Wahyu Daniel - detikFinance
Jakarta - Nominal rupiah yang terlalu besar bahkan hingga ada uang kertas pecahan Rp 100.000, membuat mata uang kebanggaan Indonesia tersebut seringkali menjadi bahan ledekan di mata internasional.
Demikian disampaikan oleh Pengamat Pasar Uang Farial Anwar kepada detikFinance, Kamis (6/8/2010).
"Mata uang kita termasuk mata 'uang sampah'. Waktu di sebuah pertemuan di Singapura, ada orang Malaysia yang meledek. Dia berkata, di Indonesia jika kita belanja kita bisa punya uang ribuan di kantong. Mereka membicarakan itu sambil tertawa meledek," ujar Farial.
Nominal rupiah yang besar menurut Farial membuat rupiah dipandang sebelah mata oleh asing. Bank Indonesia (BI), lanjut Farial, juga merasa harus meningkatkan citra dan gengsi mata uangnya di dunia internasional.
Menurut Farial, rupiah menjadi merupakan salah satu mata uang 'sampah' atau garbage money karena masuk dalam 10 mata uang dengan nilai terendah di dunia jika dibandingkan dengan dolar AS. Karena itu kebutuhan redenominasi sangat penting dan nyata diperlukan.
Seperti diketahui, BI akan melakukan redenominasi rupiah karena uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini Rp 100.000. Uang rupiah tersebut mempunyai pecahan terbesar kedua di dunia, terbesar pertama adalah mata uang Vietnam yang mencetak 500.000 Dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe, negara tersebut pernah mencetak 100 miliar dolar Zimbabwe dalam satu lembar mata uang.
BI akan mulai melakukan sosialisasi redenominasi hingga 2012 dan dilanjutkan dengan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil redenominasi yang disebut rupiah baru. BI menargetkan pada tahun 2022 proses redenominasi sudah tuntas.
(dnl/qom)
GRATIS! puluhan voucher pulsa! ikuti terus berita dari DetikFinance di Hape-mu.
Ketik REG FIN kirim ke 3845 (khusus pelanggan Indosat Rp.1300/hari)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Nominal Terlalu Besar, Rupiah Sering Jadi Bahan Celaan
Wahyu Daniel - detikFinance
Demikian disampaikan oleh Pengamat Pasar Uang Farial Anwar kepada detikFinance, Kamis (6/8/2010).
"Mata uang kita termasuk mata 'uang sampah'. Waktu di sebuah pertemuan di Singapura, ada orang Malaysia yang meledek. Dia berkata, di Indonesia jika kita belanja kita bisa punya uang ribuan di kantong. Mereka membicarakan itu sambil tertawa meledek," ujar Farial.
Nominal rupiah yang besar menurut Farial membuat rupiah dipandang sebelah mata oleh asing. Bank Indonesia (BI), lanjut Farial, juga merasa harus meningkatkan citra dan gengsi mata uangnya di dunia internasional.
Menurut Farial, rupiah menjadi merupakan salah satu mata uang 'sampah' atau garbage money karena masuk dalam 10 mata uang dengan nilai terendah di dunia jika dibandingkan dengan dolar AS. Karena itu kebutuhan redenominasi sangat penting dan nyata diperlukan.
Seperti diketahui, BI akan melakukan redenominasi rupiah karena uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini Rp 100.000. Uang rupiah tersebut mempunyai pecahan terbesar kedua di dunia, terbesar pertama adalah mata uang Vietnam yang mencetak 500.000 Dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe, negara tersebut pernah mencetak 100 miliar dolar Zimbabwe dalam satu lembar mata uang.
BI akan mulai melakukan sosialisasi redenominasi hingga 2012 dan dilanjutkan dengan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil redenominasi yang disebut rupiah baru. BI menargetkan pada tahun 2022 proses redenominasi sudah tuntas.
(dnl/qom)
GRATIS! puluhan voucher pulsa! ikuti terus berita dari DetikFinance di Hape-mu.
Ketik REG FIN kirim ke 3845 (khusus pelanggan Indosat Rp.1300/hari)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Baca juga :
Kamis, 05/08/2010 10:02 WIB
Redenominasi Rupiah Antisipasi Penyatuan Mata Uang ASEAN?
Suhendra - detikFinance

Foto: dok. detikFinance Jakarta - Rencana penyederhanaan nominasi mata uang rupiah atau redenominasi masih terus membuahkan persepsi beragam. Beberapa pihak berpendapat langkah redenominasi tak terlepas dari pembentukan masyarakat ekonomi ASEAN di 2015 khususnya menyangkut wacana penyatuan mata uang di ASEAN layaknya Uni Eropa (Euro).
"Menurut perkiraan beberapa pihak, redenominasi untuk mengantisipasi disatukannya mata uang ASEAN," kata CEO Kodel Group Fahmi Idris yang juga mantan menteri perindustrian saat berbincang dengan detikFinance, Kamis (5/8/2010)
Menurut Fahmi kemungkinan Gubernur BI saat ini mencoba mengantisipasi hal itu, dengan mengimbangi penguatan mata uang rupiah dengan negara-negara di regional ASEAN lainnya.
Bagi pengusaha saat ini, kata dia, masalah rencana redenominasi ini lebih pada soal ketidakjelasan yang menimbulkan pro dan kontra, pada akhirnya berakibat pada kegalauan kalangan pengusaha.
Ia menyatakan, di internal pemerintah sendiri masih terjadi keterkejutan soal rencana ini termasuk Wapres Boediono. Belum lagi masalah pro kontra yang terjadi di masyarakat.
"Pengusaha bingung, galau, pengusaha ingin stabil dan tenang. Kalau situasi pro kontra itu menakutkan bagi pengusaha," kata Fahmi.
Namun kata Fahmi, soal teknis dari redenominasi, ia meyakini bukan lah sebagai senering atau pemotongan nilai. Bagi pengusaha sepanjang redenominasi tak mempengaruhi nilai maka tak perlu dipersoalkan.
Fahmi menambahkan, dengan kondisi saat ini yang masih terjadi pro dan kontra akan mempengaruhi psikoligis masyarakat. Bagi seorang pengusahaa kondisi yang belum menentu akan menimbulkan ketidaknyamanan.
"Situasi ini menimbulkan kegalauan. Karena kalau galau membingungkan pengusaha. Prinsipnya pengusaha itu akan wait and see karena pemerintah belum satu suara," katanya. (hen/ang)
GRATIS! puluhan voucher pulsa! ikuti terus berita dari DetikFinance di Hape-mu.
Ketik REG FIN kirim ke 3845 (khusus pelanggan Indosat Rp.1300/hari)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Redenominasi Rupiah Antisipasi Penyatuan Mata Uang ASEAN?
Suhendra - detikFinance

Foto: dok. detikFinance
"Menurut perkiraan beberapa pihak, redenominasi untuk mengantisipasi disatukannya mata uang ASEAN," kata CEO Kodel Group Fahmi Idris yang juga mantan menteri perindustrian saat berbincang dengan detikFinance, Kamis (5/8/2010)
Menurut Fahmi kemungkinan Gubernur BI saat ini mencoba mengantisipasi hal itu, dengan mengimbangi penguatan mata uang rupiah dengan negara-negara di regional ASEAN lainnya.
Bagi pengusaha saat ini, kata dia, masalah rencana redenominasi ini lebih pada soal ketidakjelasan yang menimbulkan pro dan kontra, pada akhirnya berakibat pada kegalauan kalangan pengusaha.
Ia menyatakan, di internal pemerintah sendiri masih terjadi keterkejutan soal rencana ini termasuk Wapres Boediono. Belum lagi masalah pro kontra yang terjadi di masyarakat.
"Pengusaha bingung, galau, pengusaha ingin stabil dan tenang. Kalau situasi pro kontra itu menakutkan bagi pengusaha," kata Fahmi.
Namun kata Fahmi, soal teknis dari redenominasi, ia meyakini bukan lah sebagai senering atau pemotongan nilai. Bagi pengusaha sepanjang redenominasi tak mempengaruhi nilai maka tak perlu dipersoalkan.
Fahmi menambahkan, dengan kondisi saat ini yang masih terjadi pro dan kontra akan mempengaruhi psikoligis masyarakat. Bagi seorang pengusahaa kondisi yang belum menentu akan menimbulkan ketidaknyamanan.
"Situasi ini menimbulkan kegalauan. Karena kalau galau membingungkan pengusaha. Prinsipnya pengusaha itu akan wait and see karena pemerintah belum satu suara," katanya. (hen/ang)
GRATIS! puluhan voucher pulsa! ikuti terus berita dari DetikFinance di Hape-mu.
Ketik REG FIN kirim ke 3845 (khusus pelanggan Indosat Rp.1300/hari)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Komentar terkini (2 Komentar)
X
Sending your message
Sending your message
Sending your message
Sending your message
Sending your message
Sending your message
Sending your message
Sending your message
Sending your message
Share This Article:
Social | Blog | |
Blogdetik | Yahoo Mail | |
WordPress | Gmail | |
Lintas Berita | Blogger |
Share to Twitter:

Message has successfully sent
Send Again
Send Again
An Error has Occured
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share to WordPress:

Message has successfully sent
Back to Main Menu
Back to Main Menu
An Error has Occured
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share to Blogger:

Message has successfully sent
Back to Main Menu
Back to Main Menu
An Error has Occured
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share to Gmail:

Message has successfully sent
Back to Main Menu
Back to Main Menu
An Error has Occured
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share to Yahoo Mail:

Message has successfully sent
Back to Main Menu
Back to Main Menu
An Error has Occured
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share via EMail:

Message has successfully sent
Back to Main Menu
Back to Main Menu
An Error has Occured
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share via Yahoo Messenger:

Message has successfully sent
Send Again
Send Again
An Error has Occured
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share via Google Talk:

Message has successfully sent
Send Again
Send Again
An Error has Occured
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share via Live Messenger:

Message has successfully sent
Send Again
Send Again
An Error has Occured
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Baca juga :
Langganan:
Postingan (Atom)
Share This Article:
Share to Facebook:
Back to Main Menu
Share to Twitter:
Post this to your Twitter:Back to Main Menu
Share to Twitter:
Send Again
Back to Main Menu
Share to Lintas Berita:
Back to Main Menu
Share to Blogdetik:
Post this to your Blogdetik:Back to Main Menu
Share to Blogdetik:
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share to WordPress:
Post this to your WordPress blog:Back to Main Menu
Share to WordPress:
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share to Blogger:
Post this to your Blogger blog:Back to Main Menu
Share to Blogger:
Choose your blog:Back to Main Menu
Share to Blogger:
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share to Gmail:
Import Your Gmail contactsBack to Main Menu
Share to Gmail:
Share to your Gmail contactsBack to Main Menu
Share to Gmail:
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share to Yahoo Mail:
Import Your Yahoo contactsBack to Main Menu
Share to Yahoo Mail:
Share to your Yahoo Mail contactsBack to Main Menu
Share to Yahoo Mail:
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share via Email:
Share via EmailBack to Main Menu
Share via EMail:
Back to Main Menu
Back to Main Menu
Share via Yahoo Messenger:
Import Your Yahoo Messenger contactsBack to Main Menu
Share via Yahoo Messenger:
Share to your Yahoo Messenger contactsBack to Main Menu
Share via Yahoo Messenger:
Send Again
Back to Main Menu
Share via Google Talk:
Import Your Google Talk contactsBack to Main Menu
Share via Google Talk:
Share to your Google Talk contactsBack to Main Menu
Share via Google Talk:
Send Again
Back to Main Menu
Share via Live Messenger:
Import Your Live Messenger contactsBack to Main Menu
Share via Live Messenger:
Share to your Live Messenger contactsBack to Main Menu
Share via Live Messenger:
Send Again
Back to Main Menu